Cari Blog Ini

Kamis, 04 Maret 2010

Taksonomi Pendidikan Islam

TAKSONOMI PENDIDIKAN ISLAM
Studi Konsep tentang Tujuan Pembelajaran dalam Perspektif al-Qur’a>n.


A. Latar Belakang Pemikiran
Tujuan pembelajaran merupakan unsur penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan tujuan pembelajaran yang baik, sistematis, hirarkis dan terukur dapat diketahui sejauh mana keberhasilan proses pendidikan itu. Fakta di lapangan banyak menunjukkan, bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran tidak bisa diketahui dengan jelas. Hal ini disebabkan tidak ada parameter yang dipakai mengukur sampai di mana tingkat keberhasilan dan kapan tujuan pembelajaran itu telah dicapai.
Selama ini tujuan pembelajaran dirumuskan sesuai keinginan guru, institusi, penguasa negara, pembuat kebijakan, hasil konferensi, hasil lokakarya, hasil seminar atau pesanan penguasa yang terkadang meninggalkan landasan filosofis dan sumber ilahiyah dari perumusan tujuan pembelajaran tersebut.
Di Indonesia, sejak zaman orde lama, orde baru dan zaman reformasi sekarang ini rumusan tujuan pembelajaran yang secara makro lebih dikenal dengan tujuan pendidikan nasional selalu mengalami transformasi yang sangat substantif dari masa ke masa. Hal ini mengakibatkan tujuan pendidikan nasional akan selalu berubah sesuai dengan kepentingan pembuat rumusan yang dalam kasus di Indonesia banyak dimasuki berbagai kepentingan-kepentingan kelompok, golongan atau legislator di pemerintahan. Bahkan kadang memunculkan penolakan-penolakan dengan cara demonstrasi dan unjuk rasa.
Dari dasar pemikiran di atas, penulis berusaha mencarai solusi terkait dengan tujuan pembelajaran yang selalu mengalami transformasi dari waktu ke waktu dengan mencari tujuan pembelajaran yang sistematis, hirarkis dan aplikatif yang bersumber langsung dari al-Qur’a>n. Karena menjadikan al-Qur’a>n. Sebagai pijakan dan landasan filosofis dan sumber teori untuk merumuskan tujuan pembelajaran (tujuan pendidikan) mutlak diperlukan, agar tidak terjadi kesalahan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, karena al-Qur’a>n. tidak mungkin salah, dengan demikian yang diperlukan adalah bagaimana mencari metodologi yang tepat dan benar yang bisa menggali isi dan pesan-pesan al-Qur’a>n dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
Pada tataran selanjutnya penulis ingin dari proses penelitian ini akan menemukan teori baru terkait dengan tujuan pembelajaran. Langkah pertama dalam proses menyusun suatu model atau teori adalah menemukan situasi problematik. Situasi problematik adalah suatu pristiwa yang mendorong peneliti untuk lebih mengetahui sesuatu dan mencari kejelasan sesuatu atas masalah yang ada.[1] Situasi problematik bersumber pada hal-hal abstrak dan empirik. Hal abstrak meliputi; teori-teori yang telah ada secara mapan, hasil-hasil penelitian, perenungan sendiri atau penalaran sendiri, diskusi-diskusi. Sedangkan sumber empirik meliputi fenomena yang diamati dan pengalaman sendiri. Dari sumber-sumber inilah penulis ingin menemukan paradigma baru tujuan pemebelajar yang hal tersebut bisa dicapai melalui revolusi ilmu sains atau revolusi pemikiran yang memunculkan paradigma baru.[2]
Perumusan tujuan pembelajaran dari hasil penelitian ini akan diklasifikasikan dengan khusus berdasarkan penelitian yang dihasilkan dari metode penelitian yang valid yang nanti akan ditemukan teori “Taksonomi pendidikan Islam ” dengan berdasar filosofi al-Qur’a>n.
B. Pembahasan
Taksonomi pendidikan Islam di munculkan oleh penulis diantaranya disebabkan melihat fakta di Indonesia yang selalu mengalamai transformasi dalam menentukan rumusa tujuan pembelajaran yang secara spesifik di masukkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi acuan tujuan pembelajaran. Untuk melengkapi pemahaman secara utuh, penulis akan mengkaji dulu proses transformasi tujuan pembelajaran dalam kontek Indonesia di mulai masa orde lama, orde baru dan masa reformasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kebetuhan terhadap paradigma baru atau teori baru tentang tujuan pembelajaran di Indonesia terutama pendidikan Islam.

1. Transformasi Rumusan Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia
Kata “Transformasi” merupakan kata yang sudah diserap kedalam bahasa Indonesia yang di ambil dari kata Transformation dalam bahasa Inggris, bermakna perubahan rupa, perubahan bentuk dan sifat. Atau suatu perubahan bentuk karena ada perubahan karakter, kondisi, fungsi alam dan lain-lain.[3]
Transformasi juga bisa bermakna perubahan substansial berupa perubahan pemahaman, penafsiran dan penerapan, perubahan pemikiran dan pola pemahaman dipengaruhi dengan perkembangan kesadaran masyarakat yang dalam kontek Indonesia banyak dipengaruhi oleh perubahan strata sosial yang terjadi dalam masarakat.[4] Mernurut Kuntowijoyo, tahap-tahap keasadaran soaial masyarakat Indonesia itu bergerak mulai dari tahap kawulo, wong alit, umat dan warga negara. Ketiga bentuk tahapan ini saling menguasai dalam kebijakan politik Indonesia dan menentukan setiap arah kebijakan negara.
Sedangkan yang dimaksud transformasi tujuan pendidikan nasional dalam tulisan ini adalah perubahan rumusan tujuan pendidikan nasional dikarenakan adanya perubahan situasa politik, budaya serta dipengaruhi dengan kepentingan para perumus tujuan pendidikan tersebut. Pada saat perubahan tersebut konstalasi politik Indonesia bisa dimasukkkan dalam dua golongan besar, yaitu agamis dan nasionalis. Kedua golongan tersebut sangat berkepentingan terhadap arah dan rumusan tujuan pendidikan nasional. Untuk lebih jelas melihat transformasi rumusan tujuan pembelajaran, penulis akan memaparkan sebagai berikut:

a. Orde Lama
Sejak Indonesia merdeka dan membentuk NKRI, sistem pendidikan mulai diatur oleh negara sejak kemerdekaan tahun 1945. orde lama memfokuskan pendidikan sebagai upaya dalam pembentukan karakter bangsa. Inilah orde dimana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, orde lama berusaha membangun masayarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Atas usul badan pekerja KNIP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mr. Soewandi) membuat surat keputusan Nomor 104/Bhg tertanggal 1 Maret 1946, untuk membentuk panitia penyelidik pengajaran dibawah pimpinan Ki Hadjar Dewantara dan Soegarda Poerbaka Watji sebagai penulis. Tugas yang diberikan kepada panitia ini antara lain :
1). Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah
2). Menetapkan bahan pengajaran dengan mempertimbangkan keperluan yang praktis dan jangan terlalu berat
3). Menyiapkan rencana pelajaran untuk tiap jenis sekolah termasuk fakultas
4). Merumusan tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional pada masa tersebut penekanannya adalah pada penanaman semangat patriotisme dan peningkatan kesadaran nasional, sehingga dengan semangat itu kemerdekaan dapat dipertahankan dan diisi. Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Rapublik Indonesia di tahun 1946 mengeluarkan suatu pedoman bagi guru-guru yang memuat sifat-sifat kemanusiaan dan kewarganeraan sebagai dasar pengajaran dan pendidikan di negara Republik Indonesia yang pada dasarnya berintisarikan Pancasila.[5]
Pada bulan Desember 1949 Republik Indonesia mengalami perubahan ketata negaraan, Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan konstitusi sementara Rapublik Indonesia Serikat (RIS). Pada tanggal 5 April 1950 mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Secara spesifik tujuan pendidikan Nasional tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa:
“Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia yang asusila dengan cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
Pada perkembangan selanjutnya tujuan pendidikan nasional dirumuskan kembali yang tertuang dalam keputusan presiden nomor 145 Tahun 1965 yang berbunyi:
“Tujuan pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang asusila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia adil dan makmur spiritual maupun material dan yang berjiwa Pancasila”.
Setelah UU Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 dikeluarkan, kemudian pemerintah melengkapi dengan rumusan kurikulum yang meliputi; Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak agar memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan dan ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat dan kesukaannya. Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan mahasiswa agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapat memelihara kemajuan ilmu serta kemajuan hidup kemasyarakatan.
Bila dicermati rumusan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Bab II Pasal 3 diarahkan kepada pencapaian masyarakat Indonesia yang cakap dan demokratis tanpa ada unsur relegius atau tujuan keagamaan di sini. Pada tataran selanjutnya rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut diperbarui oleh surat keputusan presiden nomor 145 Tahun 1965 yang orientasi rumusannya pada pencapaian warga negara yang sosialis berjiwa pancasila, tetapi di sini ada kata “spiritual” yang merupakan tambahan atas Undang Nomor 4 Tahun 1950. Hal ini bisa dipahami, bahwa rumusan tujuan pembelajaran pada satu masa orde lama saja sudah mengalami transformasi yang sangat signifikan, dalam arti rumusan tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan, golongan dan politik saat itu.

b. Orde Baru
Pada masa orde baru konstalasi politik berubah dari masa Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Kekuatan kelompok masyarakat masyarakat dan perubahan budaya menjadikan rumusan tujuan pembelajaran mengalami transformasi lagi. Hal ini bisa dilihat dengan disahkannnya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada bab II, pasal 3 berbunyi :
“Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional”. [6]
Sedangkan Pasal 4 berbunyi : “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. [7]
Pada masa ini tujuan pembelajaran yang tertuang dalam UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas mengalami perubahan yang besar dibanding dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang sudah memasukkan unsur “takwa kepada Tuhan YME” , artinya rumusan tujuan pembelajaran sudah ada unsur relegiusnya disbanding UU terdahulu.

c. Masa Reformasi (Pasca Orde Baru)
Pada masa ini superioritas orde baru sudah runtuh, maka muncul kekuatan baru pada peta politik kekuatan masyarakat dengan di tandai munculnya partai-partai Islam yang banyak, partai nasionalis juga tidak kalah eksis. Hal ini berakibat adanya perubahan rumusan tujuan pembelajaran dengan disertai terbitnya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. Pada Pasal 2 berbunyai ”Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Sedangkan yang khusus memuat tujuan pendidikan tertuang dalam Bab II, pasal 3 yang berbunyai : “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Mencermati rumusan tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional memang sangat lengkap, mencakup semua aspek kehidupan manusia Indonesia. Tetapi yang jadi pertanyaan apa dasar filosofis rumusan tujuan pendidikan tersebut, apakah mungkin bisa dicapai? Bagimana cara mengukur tingkat ketercapaian tujuan tersebut?..masih banyak lagi pertanyaan yang perlu di jawab. Tidak heran munculnya UU ini banyak terjadi protes dan demonstrasi menentang, tapi juga ada yang mendukung.
Jika kita menganalisis proses transformasi tujuan pendidikan pada masa tiga periode atau masa yang berbeda di Indonesia, niscaa kita tahu ada hal-hal yang sarat muatan dan kepentingan penguasa atau pemegang kebijakan saat itu. Masa orde lama dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Bab II Pasal 3 titik fokusnya pada aspek demokrasi dan sosialis. Masa orde baru fokus pada pembangunan aspek keberagamaan. Sedangkan masa reformasi tujuan pembelajaran mencakup semua aspek prilaku kehidupan yang notabene menggabungkan tujuan pembelajaran masa orde lama dan orde baru.

Dari sini penulis berkesimpulan, bahwa setiap ada perubahan kekuasaan politik, kekuasaan keagamaan atau kemenangan golongan tertentu dalam kebijakan negara bisa dipastikan ada perubahan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu harus ada tujuan pembelajaran yang baik dan rahmah li-al-Alami>n yang tidak berubah karena ada kepentingan tertentu dan didasarkan dari sumber yang paling benar, yaitu al-Qur’ān. Oleh karena itu penulis menawarkan Taksonomi Tujuan Pembelajaran Dua Dimensi yang akan di paparkan di bawah ini.

2. Taksonomi Pendidikan Islam
a. Taksonomi
Taksonomi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai klasifikasi unsur-unsur bahasa menurut hubungan hirarkis.[8] Taksonomi adalah suatu klasifikasi khusus, yang berdasar data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolong-golongkan dalam sistematika.[9] Salah satu klasifikasi khusus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah klasifikasi tujuan-tujuan pembelajaran. Tujuan (objective) pembelajaran menunjukkan apa yang harus dicapai peserta didik sebagai hasil belajar, yang dituangkan dalam “rumusan eksplisit untuk mengubah performa peserta didik melalui proses pendidikan”. [10] Tujuan ini sangat penting dalam pembelajaran, sebab pembelajaran merupakan suatu tindakan yang disengaja dan beralasan. Tujuan-tujuan pembelajaran ini dapat diklasifikasikan dalam suatu taksonomi, seperti Taksonomi Bloom yang juga telah dikembangkan Anderson dkk dan juga Taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes).
Menurut Anderson, suatu pernyataan tentang tujuan pembelajaran memuat kata kerja dan kata benda. Kata kerja secara umum dideskripsikan sebagai suatu perubahan perilaku yang diharapkan dalam proses kognitif sebagai dampak dari suatu proses pembelajaran. Sedangkan kata benda secara umum dideskripsikan sebagai pengetahuan peserta didik yang diharap dapat dikonstruknya. Untuk itu, Taksonomi Bloom yang direvisi adalah Taksonomi Bloom Berdimensi Dua. Dua dimensi tersebut adalah dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi proses kognitif memuat enam kategori yaitu, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan menciptakan. Kontinuitas dimensi proses kognitif diasumsikan berdasarkan kompleksitas kognitif; yaitu, pemahaman lebih kompleks secara kognitif dari ingatan, dan seterusnya. Dimensi pengetahuan memuat empat kategori, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Kategori ini ditempatkan berdasarkan asumsi bahwa proses kognitif bermula dari konkret (faktual) ke abstrak (metakognitif).
Taksonomi Bloom merupakan “kitab suci” bagi guru di Indonesia dalam menentukan tujuan pembelajaran Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1). Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2). Affective Domain (Ranah Afektif) berisi prilaku-prilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3).Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.[11]
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama. Sedangkan sistematikanya sebagai berikut:

a) Domain Kognitif
(1) Pengetahuan (Knowledge)
(2) Pemahaman (Comprehension)
(3) Aplikasi (Application)
(4) Analisis (Analysis)
(5) Sintesis (Synthesis)
(6) Evaluasi (Evaluation)
b) Domain Afektif
(1) Penerimaan (Receiving/Attending)
(2) Tanggapan (Responding)
(3) Penghargaan (Valuing)
(4) Pengorganisasian (Organization)
(5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
c) Domain Psikomotor
(1) Persepsi (Perception)
(2) Kesiapan (Set)
(3) Guided Response (Respon Terpimpin)
(4) Mekanisme (Mechanism)
(5) Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
(6) Penyesuaian (Adaptation)
(7) Penciptaan (Origination) [12]

Teori Taksonomi di atas merupakan teori wajib bagi para pendidik di Indonesia dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan alternatif teori yang bersumber dari al-Qur’ān yang dipakai dalam merumuskan tujuan pendidikan yang ilahiyyah. Yang dimaksud dengan ilahiyyah di sini adalah konsep tersebut murni bersumber dari kajian al-Qur’ān dengan metode yang ilmiah dan dengan pendekatan yang benar.

b. Taksonomi Dua Dimensi (Ilahiyyah dan Insa>niyyah)
Menemukan rumusan Taksonomi tujuan pembelajaran dalam al-Qur’ān, penulis menggunakan metode tematik (maudu’i) [13] untuk menemukan teori.

TAKSONOMI DUA DIMENSI

Dimensi Insãniyah (D-1)
Dimensi Ilãhiyah (D-2)
Surat – Ayat
Indikator
Surat – Ayat
Indikator
al-Baqarah : 195
1. Infaq di jalan Allah
al- Baqarah : 21
1.Beribadah pada Tuhan
al-Baqarah : 195
2. Tidak merusak diri sendiri
al- Baqarah : 63
2.Berdhikir pada Allah
al-Nisã’ : 125
3. Ihlas
al- Baqarah : 183
3. Berpuasa
al-Mãidah : 13
4. Memaafkan
al- Imrãn : 123
4. Bersukur
al-Mãidah : 93
5. Beramal Shaleh
Al- Mãidah : 7
5. Adil
Hǔd : 115
6. Sabar
Yunǔs : 63
6. Beriman
al-Baqarah : 11
7. Tidak merusak bumi


al-Imrãn : 114
8.Menyuruh berbuat baik dan menjauhi larangan


al-Imrãn : 114
9.Cepat dlm melaksanakan kebaikan


al-Taubah : 75
10. Bersedekah



Sistematika di atas disusun berdasarkan urutan nomor surat dalam al-Qur’ãn dan belum dilihat dari sisi Makiyah dan Madaniyah-nya, Sebab-sebab turunnya ayat (Asba>b al-Nuzu>l) atau analisis lain yang diperlukan. Pada tataran selanjutnya indikator yang didapat dari penelitian ayat-ayat tersebut akan di aplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Contoh:



Mata Pelajaran : Aqidah Akhlaq [14]
Kelas /Smt : .....
Pertemuan : ......
Alokasi Waktu: 2 x 35 menit

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran
Mampu memahami dan mengamalkan tata cara infaq di jalan Allah (DI-1)
· Mampu menjelaskan jenis-jenis infaq
· Mampu membedakan antara infaq, şadaqoh, zakat, hadiah, hibah.
· Mampu mempraktekkan infaq pada lingkungan sekitarnya.

Setelah mengikuti pelajaran ini, siswa mampu:
· Menjelaskan jenis-jenis infaq didepan kelas dengan baik dan lancar.
· Membedakan infaq, şadaqoh, zakat, hadiah, hibah dan menuliskan dalam sebuah paper.
· Berinfaq kepada tetangga dan masyarakat sekitarnya dengan rutin.
Mampu memahami tata cara beribadah pada Tuhan (D2-1)

· Mampu menjelaskan tata cara shalat 5 waktu
· Mampu menjalankan shalat sunnah tahajud dan dhuha.
· Mampu mempraktekkan puasa wajib .
· Mampu memahami syarat dan rukun ibadah haji.

Setelah mengikuti pelajaran ini, siswa mampu:
· Menjelaskan tata cara shalat 5 waktu dengan baik dan benar di depan kelas.
· Melaksanakan shalat tahajud dan dhuha di rumah.
· Memaahami syarat rukun ibadah haji dengan baik dan menuliskan di media kertas.

Dari contoh di atas bisa dipahami, bahwa merumuskan tujuan pembelajarn yang aplikatif dan dapat dilaksanakan pada kegiatan belajar mengajar masih sangat memerlukan penelitian yang lebih detail dan rinci terhadap al-Qur’a>n, serta melengkapi dengan metodologi yang baik dan sesuai dengan tema yang di bahas. Penulis rencananya akan mengembangkan ini secara detail, tentunya dengan penelitian yang lebih detail, akurat sesuai dengan prinsip-prinsip metodologi yang benar.
C. Penutup
Tujuan pembelajaran di lembaga pendidikan di Indonesia semua mengacu pada teori Taksonomi Bloom, baik itu menentukan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarn (RPP) Dari sini penulis mencoba merubah paradigma itu menjadi paradigma baru, teori baru yang didasarkan pada konsep yang ada dalam al-Qur’a>n.
Realitas di lapangan menunjukkan, bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran disesuaikan denan keinginan guru, institusi, penguasa negara, pembuat kebijakan, hasil konferensi, hasil lokakarya, hasil seminar atau pesanan penguasa yang terkadang meninggalkan landasan filosofis dan sumber ilahiyah dari perumusan tujuan pembelajaran tersebut.
Penulis berusaha mencari tujuan pembelajaran yang sistematis, hirarkis dan aplikatif yang bersumber langsung dari al-Qur’a>n. Karena menjadikan al-Qur’a>n. Sebagai pijakan dan landasan filosofis dan sumber teori untuk merumuskan tujuan pembelajaran (tujuan pendidikan) mutlak diperlukan, agar tidak terjadi kesalahan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, karena al-Qur’a>n. tidak mungkin salah. Hanya yang diperlukan adalah bagaimana mencari metodologi yang tepat dan benar yang bisa menggali isi dan pesan-pesan al-Qur’a>n dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
Bedasarkan penelitian sementara yang dilakukan, penulis rumusan tujuan pembelajaran pendidikan Isam dengan diberi nama “Taksonomi Pendidikan Islam Dua Dimensi”. Semoga akan menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Amin.

_______________________________________________________________________



DAFTAR KEPUSTAKAAN


Abd.al-Hayy al-Farmawi, Al-Bida>yah fi al-Tafsi>r Maudhu>’i, (trj.Suryan A.J). Jakarta, Raja Grafindo, 1996.
Anderson.L.W International Encclopedia of Teaching and Teacher Education..Oxford, Pergamon Press, 1995.
Anderson. Orin W and David R.Krathwohl, A Taxonomi for Learning, Teaching and Assassing (A Revision of Bloom’s Taxonomi of Educational Objectives. New York, Longman Press, 2001.
John J.O.I Ihalauw, Bangunan Teori, Salatiga: UK.Satya Wacana press, 1996.

Karl Popper and A.F.Chalmer, What is Called Science, (trj.Red.Hasta Mitra). Jakarta, STF Driyakara, 1993.
Kuntowijoo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesi., Yogyakarta, Salahuddin Press,1994.

M.Dahlan dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya, Target Press, 2003

sky_rainly,“Makalah Kebijakan Pendidikan Orde Lama”. http://www.google.com/blog/artikel. (29 oktober 2008).

Thomas S.Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (trj) Tjun Surjama. Bandung: Rosdakara, 2002.
Tim Sembilan UNSIQ, Tafsir Maudu’I Al-Muntaha. Bantul, Pustaka Pesantren, 2004.

The New Oxford Illustrated Dictionary. Tokyo,Oxfort University Press, 1978.




[1] John J.O.I Ihalauw, Bangunan Teori, (Salatiga: UK.Satya Wacana press, 1996), 24.
[2] Thomas S.Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (trj) Tjun Surjaman, (Bandung: Rosdakara, 2002), 34.
[3] The New Oxford Illustrated Dictionary,(Tokyo: Oxfort University Press, 1978), 1776.
[4] Kuntowijoo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Salahuddin Press,1994), 20.
[5]sky_rainly,“Makalah Kebijakan Pendidikan Orde Lama”, dalam http://www.google.com/blog/artikel. (29 oktober 2008).
[6] http://www.google.com/kumpulan UU RI. (29 Oktober 2007).
[7] http://www.google.com/kumpulan UU RI. (29 April 2008).

[8] M.Dahlan dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah,(Surabaya: Target Press, 2003), 757
[9]Anderson.L.W International Encclopedia of Teaching and Teacher Education,(Oxford: Pergamon Press, 1995), 17.
[10] Anderson. Orin W and David R.Krathwohl, A Taxonomi for Learning, Teaching and Assassing (A Revision of Bloom’s Taxonomi of Educational Objectives. (New York: Longman Press, 2001), 4.
[11] Anderson. Orin W and David R.Krathwohl, A Taxonomi.... , 30-31.
[12] Anderson. Orin W and David R.Krathwohl, A Taxonomi, 32
[13] Metode Tematik (maudu’i) banyak dikembangkan oleh Ulama” dan Ilmuwan kontemporer. Dalam penelitian ini penulis memakai metode tematik Hayy al-Farmawi,Metode Tematik Bint al-Saţhi’ dan Tafsir tematik yang dikembangan oleh tim sembilan UNSIQ (Universitas Sains al-Qur’ãn) Jawa Tengah di Wonosobo yang menerbitkan Tafsir al-Muntaha. Al-Farmawi dalam bukunya al-Bidaya fi at-Tafsǐr Maudu’i menjelaskan langkah-langkah tafsir Tematik yaitu : (a) Menetapkan masalah, (b) Menghimpun dan menusun urutan ayat dan surat, (c) Memahami korelasi ayat atau surat (munasabah). (d) Melengkapi dengan hadith dan pendapat para Ulama’ sebagai perifer. Adapun Binth al-Sathi’ memuali tafsir tematiknya dengan empat langkah; (a) Mengumpulkan semua aat ang berkaitan, (b) Menusun berdasarkan kronologis pewahyuan, (c) Menggali bahasa asal untuk mendapatkan petunjuk lafat, (d) Berpegang pada makna dan semangat nash untuk mememcahkan masalah yang sulit. Sedangkan Tim Sebilan UNSIQ dalam Tafsirnya al-Muntaha menggunakan metode tematik (maudu’i) dengan dikolaborasi dengan metode muqorrǐn (perbandingan) dalam kajian ayat dan kajian khusus seperti: (a) Tafsir Mufradãt (arti per kata), (b) I’rab (gramatikal), (c) Qirã’ãh (bacaan), (d) Balãghah (stilistika), (e) Asbãb an-Nuzǔl (sebab turunnya ayat).
[14] Mata Pelajaran akan disesuaikan dengan indikator hasil penelitian. Seperti “Beriman” ini bisa dimasukkan dalam tujuan pembelajaran pada Mata Pelajaran Aqidah, Fiqh atau yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar